|
Sumber : http://sucimegawati95.blogspot.com |
“Apakah manusia itu mengira bahwa
mereka akan dibiarkan saja mengatakan : “Kami telah beriman” sedang mereka
tidak diuji. – Qs. Al – Ankabut : 2”
Tentang masa yang terkadang masih dirindukan,
masih menjadi angan-angan dalam setiap bayang, masa-masa yang telah lama aku
tinggalkan. Masa yang kini hanya patut aku jadikan pelajaran, walau sejatinya
saat ribuan masalah menerkam, aku berpikir untuk kembali menjadi diriku dimasa
lalu. Astaghfirullah.
Semangat!!!
Begitulah
kata yang diucapkan setiap orang kepadaku, kata semangat, kata kuat dan kata
lain yang mungkin sebetulnya tidak berdampak untuk diri ini, karena
sesungguhnya kenyataan lebih sulit untuk hanya diucapkan segelintiran kata.
Namun, aku hargai usaha mereka untuk menguatkanku, untuk meyakinkanku.
Aku, hamba-Mu yang baru saja merasakan
manisnya cinta, manisnya rindu atas nama-Mu, mencoba menguatkan atau pura-pura
kuat terhadap banyaknya masalah yang menerjang perjalanan hijrahku, bukan lagi
kerikil yang menjadi penghalang jalan ini, bisa dikatakan batu besar siap
menerjangku jika aku terus melanjutkan perjalanan yang sering mereka sebut
dengan kata “Hijrah”. Namun, aku
sungguh ingat pesan cinta yang kau sampaikan pada ayat-ayat-Mu, “Maka
sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya beserta
kesulitan itu ada kemudahan” (QS. Al Insyiraah : 5-6).
Waktu bukan lagi menjadi obat dari
segalanya, bukan lagi menjadi penawar kegundahan yang dirasa setiap detik, saat
dakwah tak lagi kujalani hanya karena berlandaskan kata lelah. Mungkin, ikhlas
itu belumlah ada pada diri yang baru saja memutuskan untuk berhijrah setahun
yang lalu.
Perjalanan hijrah pun dimulai, cacian,
celaan tak sedikit kuterima. Terutama pada perubahan pakaian atau fisik secara
keseluruhan. Jilbab yang kini menutupi dada dan menjulur menutup bagian tubuh
lainnya. Baju yang kini tak lagi memperlihatkan lekuk tubuh, mereka yang sudah
mengerti mengatakan ini baik, namun mengapa yang kudengar hanya cacian setiap
harinya. Biskah Kau jelaskan, tentang
ketidak pahaman yang kini membelenggu di dalam pikiranku. Haruskah aku
berlari dari duniaku? Tuk mencari dunia baru untuk diri yang hendak berusaha
menjadi baik.
Belum saja hijrah ini bertahan lama,
belum juga niat ini kuat, belum juga telinga ini terbiasa mendengar semua
ocehan, tiba-tiba Kau beri aku satu hadiah yang kini semakin membuatku bingung,
membuatku terkadang siap melangkah mundur. Amanah ini, amanah yang Kau taruh di
pundakku yang begitu lemah, amanah yang membuatku tak pernah berhenti menangis,
amanah yang membuatku khawatir dan takut yang berkepanjangan. Amanah ini
membuatku tak bisa tidur, tak berselera untuk makan, tak nafsu untuk hanya sekadar
berbicara dan bercerita. Sungguh, aku dibuat bingung oleh perjalanan Hijrahku
ini.
Hari demi hari kulalui dengan
perjalanan yang semakin rumit, semakin menyita banyak waktuku, menyita
pikiranku, menyita hartaku, menyita segalanya yang ada pada diri ini. Banyak
orang yang pergi, menghilang dan tak kembali. Entah, apa yang sedang Ia
rencanakan. Namun, aku hanya bisa menguatkan diri ini melalui doa. Ya, hanya
doa sumber kekuatanku saat itu. Saat dimana aku belum paham apa makna dari
hijrah yang sesungguhnya, dari kata amanah yang sesungguhnya. Aku belum paham,
jauh sekali dari kata itu.
Hingga akhirnya, Kau kembali menguatkanku
dalam ayat-ayat-Mu. Membuatku paham dan membuatku mengerti apa sesungguhnya
yang sedang Kau siapkan untukku ; “Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka
ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik” (QS. Al-Muzammil : 10) ”.
Aku pun perlahan mengasingkan diri
sejenak dari lingkungan yang terkadang membuatku rapuh bahkan tersungkur
sejatuh-jatuhnya. Mencari dan terus mencari apa yang semestinya aku lakukan,
hingga akhirnya aku dibuat sibuk, bahkan sedemikian sibuk oleh amanah yang
beberapa hari lalu membuat aku bingung tak karuan, membuat aku merasa kacau,
membuat aku merasa lelah yang sedemikian lelah. Hingga akhirnya Ia jawab semua
kegundahan ini secara perlahan, amanah ini bukanlah menyita banyak waktuku,
bukan pula menyita banyak hartaku, hanya saja Allah SWT sedang mengarahkan
semua waktu, harta dan pikiranku melalui amanah ini, yaitu “berdakwah”. Ya, dakwah ini sedang mengarahkan segalanya yang ada
pada diri ini agar lebih bermanfaat di jalan-Nya. Cacian dan makian sudah bukan
lagi bahasan antara aku denganNya. Lelah pun sudah bukan lagi hal yang selalu
aku lontarkan pada-Nya, karena Demi Allah aku tidak lelah, karena Demi Allah SWT
apapun akan aku lakukan, agar kelak aku menjadi hamba-Nya yang layak untuk
melihat cahaya itu, cahaya keindahan yang terpancar dari-Nya.
Dan perlahan, Allah SWT sendiri yang
mengatur aku untuk kembali pada lingkunganku yang sempat ku tinggalkan,
perlahan Allah SWT mengaturnya, dan dengar cara-Nya. Karena sesungguhnya hijrah
bukan hanya berpindah untuk menjadi diri yang Allah SWT cintai, namun hijrah adalah dengan menjadikan
lingkungan itu pula sebagai ladang pahala untuk sama-sama berhijrah, karena
ciri dari seorang muslim sejati adalah itu ; “Yakhtalitun walaakin yatamayyazun” bercampur baurlah namun memiliki
ciri khas tersendiri/tidak terkontaminasi.
Hingga aku kini berada pada puncak
kesadaran yang sesungguhnya, aku sadar dan aku mengerti pada kondisi yang Allah
SWT beri untukku, hamba Allah yang sedang berusaha berhijrah. Berusaha menjadi
hamba yang Ia cintai, berusaha menjadi sebaik-baik manusia. Dan amanah itu,
amanah yang Ia beri seiring perjalan hijrahku, adalah cara Allah SWT menjadikanku
berbeda, menjadikanku tak sama dengan yang lain, menjadikanku paham bahwa
sesungguhnya Allah SWT tak akan menguji di luar batas kemampuan hamba-Nya.
Allah SWT menguji agar kita teruji, Allah SWT menguji agar kita pantas, Allah SWT
menguji untuk satu tujuan yang tak pernah kita tahu. Hanya saja, kata semangat
itu ternyata kini berguna untukku, kata yang menjadikanku sampai pada garis Finish ini. Walau pun aku paham,
perjalanan ini belum lah selesai, sampai Allah sendiri yang menyelesaikan.
“Apakah manusia itu
mengira bahwa mereka akan dibiarkan saja mengatakan : “Kami telah beriman”
sedang mereka tidak diuji. “ (QS. Al – Ankabut : 2). Kuatlah wahai jiwa-jiwa yang sedang
mencoba hijrah karena-Nya, percayalah bahwa setiap kesulitan yang kau dapat
adalah cara-Nya mengarahkanmu pada jalan hijrah yang sesungguhnya. Jangan
pernah menyerah, jangan pernah lelah. Karena sesungguhnya, istirahat kita
bukanlah di dunia, melainkan kelak saat kedua kaki ini telah menapaki Syurga-Nya.
“Untukmu yang sedang
berhijrah, selamat menempuh perjalanan panjang. Yang baru akan berakhir saat kita
di panggil pulang. Semangatlah, semangatlah karena-Nya”
Riana
Ratno Juwita (ODOJ 235)
Divisi
Penulis, Dept. Promosi, Bidang Promas ODOJ